Jumat, 16 Januari 2009

Penanganan Pascapanen Buah Segar, Sayuran, dan Bunga

Bagian I: Pemeliharaan Kualitas
Air / Kelembaban Relatif
Komoditas hortikultura segar adalah komoditas yang unik terhadap air. Pada kenyataannya, kesegaran adalah air, dan kesegaran dijual. Kehilangan air adalah salah satu penyebab utama dari kemerosotan yang mengurangi daya jual dari buah-buahan dan sayuran segar. Keuntungan dari penjualan buah segar, sayuran, dan bunga tergantung pada kemampuan memberikan untuk banyak kandungan air untuk konsumen.

Efek dari kehilangan air:
Banyak buah-buahan, sayuran, dan bunga menjadi layu setelah kehilangan air dengan persentase yang sedikit dari beratnya. Kehilangan air yang banyak akan menimbulkan kerugian, misalnya, sayuran berdaun banyak layu, memerlukan pemangkasan yang banyak sehingga mempunyai nilai jual, dan buah anggur dapat pecah dari tangkainya jika batangnya sangat kering. Buah-buahan menjadi layu, sayuran, dan bunga yang tidak punyai nilai jual (unmarketable) dan harus dibuang. Kehilangan air menggambarkan kehilangan berat yang dapat jual dan mengurangi keuntungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan air:
Relatif kelembaban, suhu produk dan kondisi udara sekitarnya, kecepatan udara akan mempengaruhi jumlah kehilangan air dari buah-buahan segar, sayuran, dan bunga. Kehilangan air dari produk hangat ke udara hangat udara terutama sekali sangat serius pada kondisi berangin atau selama transportasi dalam kendaraan terbuka.
Menjaga kelembaban relatif tinggi
Menjaga kelembaban relatif tinggi kadang-kadang sulit karena proses pendinginang (refrigeration) akan menghilangkan kelembaban. Perangkat humidifikasi dapat digunakan dalam penyimpanan, (misalnya, spinning disc aspirators dan sejenisnya). Menjaga lantai basah juga bermanfaat tetapi juga kotor dan mengandung organisme penyakit. Oleh karena itu, prosedur sanitasi harus dilakukan, seperti pembersihan yang terus menerus, pencucian dengan larutan encer dari pemutih klorin. Pembungkusan komoditas dalam plastik film juga akan membantu menjaga kelembaban relatif tinggi.

Selasa, 13 Januari 2009

FISIOLOGI RESPIRASI

Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida, dan air, dengan bersamaan memproduksi energi dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis. Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut fermentasi).
Laju respirasi yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap atau karbondioksida dikeluarkan – selama tingkat perkembangan (development), pematangan (maturation), pemasakan (ripening), penuaan (senescent), dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.

Pengaruh Etilen
Buah klimaterik dan nonklimaterik mempunyai respon yang berbeda pada terapan etilen dan pola menghasilkan etilen selama pemasakan (ripening). Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak jumlah etilen selama pemasakan dibandingkan buah nonklimaterik. Perbedaan antara buah klimaterik dan nonklimaterik dari konsentrasi etilen yang ditemukan pada tahapan perkembangan (development) dan pemasakan (ripening).
Etilen adalah hormon tanaman yang bekerjasama dengan hormon tanaman yang lain (auksin, giberelin, kini dan asam abscisic) untuk melakukan pengawasan penuh proses pemasakan buah.
Ada dua sistem biosintesis etilen :
1. Sistem 1, dimulai atau mungkin dikontrol dengan faktor yang tidak diketahui dimana memungkinkan dalam regulasi menjadi tua (senescence). Sistem 1 menggerakkan sistem 2
2. Sistem 2, yang bertanggungjawab selama pematangan buah klimaterik, untuk memproduksi etilen dengan jumlah yang banyak. Dimana penting untuk kematangan. Sistem 2 adalah proses autokatalitik. Buah nonklimaterik tidak mempunyai sistem 2 yang aktif, dan perlakuan buah klimaterik dengan etilen mengelakkan sistem 1.

The Resistance of Microbes to Destruction by Heat

The general effect of each the following factors on the resistance of microbes to destruction by heat :

  1. Heating time-temperature relationships
    Relationships exist between the temperature of heating and the time required to destroy a specified percentage of the microorganisms present.
  2. Initial concentration of cells or spores
    The greater number of cells or spores present in food, the greater the heat treatment necessary to kill all of them
  3. Composition of the substrate in which cells or spores are heated
    In general, cells and spores are most heat resistance at or near neutrality. An increase in either acidity or alkalinity hastens killing by heat, but a change toward acid is more effective than a change toward alkalinity. The nutrient substances that are present in a food may affect the resistance of microorganisms being heated in that food.
  4. Type of microorganism
    Most molds are killed by moist heat at 60°C (140°F) in 5 – 10 minutes.
    Vegetative yeasts cells are usually killed by heating at 50 - 58°C (122 - 136°F) for 10 – 15 minutes. Yeast spores are usually killed by heating at 60°C (140°F) for 10 – 15 minutes.
    The heat resistance of vegetative bacteria varies widely with the species. The heat resistance of bacterial spores also varies greatly with the species of bacterium and the conditions during sporulation.

Keamanan Pangan dengan penerapan HACCP

Salah satu progam penunjang dalam bidang pangan adalah pengawasan makanan dan minuman. Progam pengawasan pangan ditujukan untuk melindungi masyarakat sehingga tidak mengkonsumsi pangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, mutu, gizi, dan bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Dalam progam ini tercakup pembinaan dan pengawasan penggunaan bahan tambahan pangan, pemberian label, pelaksanaan sistem pengawasan makanan, serta penyusunan peraturan dan perundang-undangan.
Pangan harus berdasarkan suatu standar sehingga tidak merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen. Undang–undang Pangan telah disetujui pada tahun 1996 yang lalu. Tiga pertimbangan yang digunakan dalam pembuatan Undang–Undang Pangan tersebut adalah :
(1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia,
(2) pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan beragam sebagai prasyarat utama untuk kesehatan,
(3) pangan sebagai komoditas dagang memerlukan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab
Salah satu teknik yang sangat populer dalam pengendalian keamanan pangan adalah penerapan HACCP. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Dalam Hazard Analysis and Critical Control Point ada tujuh faktor prinsip yaitu
1. melaksanakan analisa bahaya (prinsip 1),
2. menentukan titik kendali kritis (prinsip 2),
3. menetapkan batas kritis (prinsip 3),
4. menetapkan sistem untuk memantau pengendalian (prinsip 4),
5. menentukan tindakan perbaikan (prinsip 5),
6. menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan sistem HACCP berjalan dengan baik(prinsip 6),
7. menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP (prinsip 7)
Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Penerapan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen. Dan penerapan HACCP ini diharapkan dapat menekan sumber-sumber kontaminasi penyebab keracunan pangan, meningkatkan kesadaran akan sistem sanitasi makanan.

Methods of Food Preservation

Methods of food preservation generally used industrially and at home may be classified in terms of the major controlling treatment:

1) Use of high temperatures
· To destroy both microorganisms and enzymes
· Examples include pasteurization of milk and fruit juices and canning

2) Use of low temperatures
· To control growth of microorganisms
· Examples include root storage of fresh vegetables, refrigeration, and freezing

3) Removal or tying up of moisture
· To control microbial growth
· Examples include drying, freeze drying, adding large amounts of sugar as in jelly making

4) Addition of chemical preservatives
· To inhibit microbial growth
· Examples include development of acid in fermenting pickles, addition of antioxidants to lard and other fats, addition of propionates to bread as anti-molding agents

5) Keeping microorganisms out
· Keeping microorganisms out
· Examples include sterilized foods and packaging foods

6) Use of ionizing radiations
· To destroy microorganisms and control enzyme activity
· Examples include the experimental use of pasteurizing radiation dosages for fresh strawberries and radiation of fresh potatoes to inhibit sprouting.